
Layaknya debu tertiup angin
Bujang lanang berlalu memanjakan sunyi
Terdampar ia pada keheningan savana
Yang tak lebih indah dari baluran atupun srenggeti
Tak ada yang dapat meneduhkan
Walau sekedar angsoka tempat berlindung
Hanya terik yang tersenyum mesum
Semakin beringas menelanjangi
Sorot matanya nampak jelas menggugat
Akan sebuah penjelasan duapuluh lima lorong yang terlewat
Di raihnya lembar lontar yang nampak renta
Sesaat ..........ia terdiam
Nampak raut mukanya membingung
Entah apa yang di fikirkannya
Tak cukupkah selembar untuk sebuah tanya?
Kembali ia termenung
Dada yang tak lagi beruang
Nampak naik turun seirama desahan nafas lesunya
Sesekali di tatapnya cendawan yang coba bertahan di tengah gersangnya jiwa
lalu....
Ia masih tetap saja bingung
Apa yang harus di tuliskan(gumamnya)?
Patutkah (aku) menggugat Tuhan?
Di Paksakan Jemarinya melentik berselasar lontar
"Wahai penghuni langit"
"Menarilah bersamaku"
"Di atas asa yang menjelaga"
"Pada malam malam yang penuh kenisbian"
"Pada hujan hujan yang tak pernah bersenandung sejuk"
"Agar kau tau indahnya negri yang terasingkan"
kebumen 25 juli 11
HB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar